Transparansi Laporan Keuangan di Zaman Nabi: Pelajaran Berharga untuk Masa Kini | Wajib Tau Agar Terhindar Dari Dosa

Salam sukses buat seluruh pembaca kuat's blog. Semoga selalu sehat dan diancarkan rezekinya oleh Allah SWT. aamiin. Pada posting kali ini, saya ingin memposting mengenai pengelolaan keuangan publik di jaman Nabi Muhammad SAW dan Khalifah Abu Bakar, dan Umar bin Khattab. Silahkan teman-teman baca, agar supaya teman-teman tahu tentang pentingnya pengelolaan dan pencatatan keuangan publik di jaman mereka. Tujuannya agar kita bisa mengambil pelajaran bahwa pengelolaan keuangan terutama keuangan publik, harus dikelola dan dicatat dengan sebaik-baiknya. 

Karena di jaman sekarang, banyak sekali orang-orang yang memiliki kepentingan dalam hal keuangan publik, baik itu keuangan masjid, keuangan mushola, keuangan rumah ibadah lainnya, keuangan organisasi nirlaba, keuangan masyarakat, keuangan kepanitiaan, dan keuangan publik lainnya, bisa dibilang sangat seenaknya dalam hal mengelola keuangan tersebut. Bahkan ada sebagian dari mereka justru mengambil kesempatan mengambil dana untuk kepentingan pribadinya. Ada juga yang meminjamnya tanpa dikembalikan. Selain itu, ada juga yang salah dalam hal penyaluran. Ada juga yang menutup-nutupi laporan keuangan sampai dengan menyembunyikan transparansi laporan keuangan yang tidak memihak kepada publik. Dan semua itu berbanding terbalik dengan panutannya yaitu Nabi Muhammad SAW, Khalifah Abu Bakar, dan Umar bin Khattab. 

Padahal standar laporan keuangan cukup simpel, dan teman-teman bisa lihat di link berikut : 

  1. Excel Laporan LPJ Dana Pembangunan Sarana Publik
  2. Excel Laporan LPJ Dana Kegiatan Panitia
  3. Excel Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba
  4. Excel Laporan Keuangan Sekolah Berbasis Ponpes
  5. Excel Laporan Keuangan Organisasi Pendidikan Umum
  6. Excel Laporan Keuangan Organisasi Pendidikan PAUD
  7. Excel Laporan Buku Tabungan Siswa

Oke sekarang kita kaji dan kita fikirkan cara Nabi Muhammad SAW, Khalifah Abu Bakar, dan Umar bin Khattab dalam mengelola keuangan. 

Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi terakhir dalam Islam, yang membawa ajaran Al-Qur’an dan menjadi teladan bagi umat Muslim. Beliau dikenal sebagai pribadi yang penuh kasih sayang, jujur, dan memiliki akhlak yang mulia.

Nabi Muhammad ﷺ memiliki beberapa sahabat yang bertanggung jawab dalam urusan keuangan. Salah satu yang terkenal adalah Zubair bin Awwam dan Abdullah bin Arqam. Namun, jika kita berbicara tentang seseorang yang berperan seperti bendahara atau pengelola keuangan negara Islam saat itu, ada beberapa nama penting:

  1. Bilal bin Rabah : Beliau sering mengurus harta dan distribusi zakat.
  2. Abdullah bin Arqam : Sekretaris yang menangani urusan administrasi dan pencatatan keuangan.
  3. Zubair bin Awwam : Salah satu sahabat dekat yang dipercaya Nabi dalam hal investasi dan pengelolaan aset.
  4. Abu Ubaidah bin Jarrah : Pernah diamanahi mengurus harta baitul mal (kas negara) pada masa Nabi.

Namun, pada zaman Nabi, sistem keuangan masih sederhana dan belum seperti bendahara negara modern. Pengelolaan keuangan lebih berbasis amanah, zakat, dan sedekah untuk kesejahteraan umat.

Dalam masa Nabi Muhammad ﷺ, pencatatan keuangan sudah dilakukan, meskipun tidak seformal seperti sistem keuangan modern. Para sahabat yang bertugas mengurus keuangan, seperti Abdullah bin Arqam, memang mencatat pemasukan dan pengeluaran, terutama yang berkaitan dengan zakat, jizyah (pajak dari non-Muslim), fai' (harta rampasan tanpa peperangan), dan ghanimah (harta rampasan perang).

Sebagian besar pencatatan dilakukan secara manual di atas lembaran kulit, tulang, batu, atau daun lontar. Namun, karena pada masa itu budaya tulisan belum dominan, sebagian besar transaksi dan pengelolaan keuangan juga bergantung pada hafalan dan amanah.

Sistem ini semakin berkembang pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, di mana mulai dibuat Baitul Mal (semacam kementerian keuangan) untuk lebih sistematis dalam mengelola harta negara.

Para sahabat yang mengurus keuangan pada masa Nabi Muhammad ﷺ memang mencatat transaksi keuangan, terutama yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran negara, seperti zakat, jizyah, ghanimah, dan fai'. 

Namun, sistem pencatatannya masih sederhana dan tidak sekompleks sistem akuntansi modern. Beberapa poin penting tentang pencatatan keuangan pada masa Nabi:

  1. Pencatatan dilakukan oleh sekretaris khusus, seperti Abdullah bin Arqam, yang bertugas mencatat pemasukan dan pengeluaran negara.
  2. Media pencatatan yang digunakan masih tradisional, seperti kulit, batu, tulang, dan daun lontar.
  3. Distribusi zakat dan sedekah dicatat dengan teliti, agar sampai kepada mereka yang berhak, seperti fakir miskin, yatim piatu, dan muallaf.
  4. Pemasukan dari jizyah dan fai’ dikelola dengan amanah, lalu disalurkan untuk kepentingan umat.

Meskipun pencatatannya belum seformal seperti di era modern, sistem ini sudah cukup efektif dalam menjaga transparansi dan keadilan dalam pengelolaan keuangan negara.

Kemudian Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, sistem pencatatan keuangan semakin berkembang dan lebih terorganisir dibandingkan masa Nabi Muhammad ﷺ. Berikut beberapa perkembangan penting dalam pencatatan keuangan saat itu:

A. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (632–634 M) 

  1. Sistem masih sederhana, karena masa pemerintahannya singkat dan lebih fokus pada penegakan stabilitas Islam setelah wafatnya Nabi.
  2. Pencatatan keuangan masih dilakukan secara manual seperti pada masa Nabi, dengan menggunakan lembaran kulit, batu, atau daun lontar.
  3. Pemasukan utama berasal dari zakat, jizyah, dan fai', lalu langsung didistribusikan kepada yang berhak.
  4. Karena sifatnya masih langsung didistribusikan, Abu Bakar tidak menyimpan harta dalam jumlah besar di satu tempat seperti kas negara.

B. Masa Khalifah Umar bin Khattab (634–644 M)

  1. Baitul Mal resmi didirikan sebagai lembaga keuangan negara pertama dalam Islam.
  2. Pencatatan keuangan menjadi lebih rapi, dengan pencatatan pemasukan dan pengeluaran yang lebih sistematis.
  3. Dewan administrasi keuangan (Diwan) dibentuk untuk mengatur gaji tentara, pegawai pemerintahan, serta pengelolaan pajak dan zakat.
  4. Catatan keuangan mulai menggunakan metode register, di mana setiap transaksi keuangan dicatat dalam daftar yang lebih terorganisir.
  5. Sumber pemasukan bertambah, termasuk dari kharaj (pajak tanah), usyur (pajak perdagangan), dan harta rampasan perang (ghanimah).

Kesimpulan: Perubahan Signifikan

  1. Pada masa Abu Bakar, pencatatan masih sederhana dan bersifat langsung.
  2. Pada masa Umar bin Khattab, sistem administrasi keuangan lebih kompleks, dengan adanya Baitul Mal dan sistem pencatatan yang lebih sistematis.
  3. Sistem inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pengelolaan keuangan Islam pada masa kekhalifahan selanjutnya.

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, mulai ada beberapa pejabat yang dicopot dari jabatannya karena dinilai tidak amanah atau dikhawatirkan terjadi penyimpangan. Beberapa contoh kasus:

A. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq: 

Pada masa Abu Bakar, tidak ada catatan tentang pengelola keuangan yang menyeleweng, tetapi beliau tetap sangat ketat dalam pengawasan. Ia sendiri adalah sosok yang sangat sederhana dan tidak mengambil keuntungan dari kas negara.

B. Khalifah Umar bin Khattab: 

Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang sangat tegas terhadap para pejabatnya. Beberapa bendaharawan dan pejabat keuangan yang dicopot atau diperiksa antara lain:

1. Abu Hurairah (Gubernur Bahrain)

Kasus: Umar bin Khattab mencurigai adanya kelebihan harta pada Abu Hurairah saat menjabat sebagai gubernur di Bahrain.

Tindakan: Umar menanyainya tentang asal-usul hartanya, dan setelah mendengar penjelasannya, tetap memerintahkannya untuk mengembalikan sebagian harta tersebut ke Baitul Mal.

Kesimpulan: Tidak terbukti ada penyelewengan besar, tetapi Umar tetap tegas dalam mencegah potensi korupsi.

2. Khalid bin Walid (Panglima Perang & Pejabat Keuangan)

Kasus: Umar mencopot Khalid bin Walid dari jabatan panglima perang, salah satunya karena dugaan kurang transparannya laporan keuangan dari harta rampasan perang.

Tindakan: Meskipun Khalid tidak terbukti melakukan korupsi, Umar tetap menggantinya untuk mencegah potensi masalah administrasi di masa depan.

Kesimpulan:

  1. Pada masa Khalifah Abu Bakar, belum ada kasus besar terkait penyelewengan keuangan.
  2. Pada masa Khalifah Umar, ada beberapa pejabat yang diperiksa dan dicopot, bukan selalu karena korupsi, tetapi untuk menjaga transparansi dan kepercayaan publik.
  3. Umar bin Khattab memang sangat ketat dalam mengawasi pejabatnya, sehingga meskipun tidak semua terbukti bersalah, ia lebih memilih mencopot mereka jika ada tanda-tanda ketidaktransparanan.

Prinsip transparansi keuangan publik yang diterapkan oleh Nabi Muhammad ﷺ, Khalifah Abu Bakar, dan Umar bin Khattab sangat kuat dalam menekankan kejujuran, akuntabilitas, dan amanah. Berikut beberapa prinsip utama yang mereka jalankan:

1. Prinsip Transparansi Keuangan dalam Islam

Prinsip-prinsip ini berakar dari ajaran Islam yang menekankan keadilan dan kejujuran dalam mengelola harta umat.

  1.  Amanah (Kepercayaan) : Pengelola keuangan harus jujur dan bertanggung jawab atas harta yang diamanahkan. Contoh: Bilal bin Rabah, yang dipercaya mengelola sedekah dan zakat tanpa ada laporan penyimpangan.
  2. Akuntabilitas (Hisbah) : Setiap pemasukan dan pengeluaran harus jelas asal-usul dan tujuannya. Para pejabat dan bendaharawan sering diminta melaporkan harta mereka untuk mencegah penyalahgunaan. Contoh: Umar bin Khattab sering memeriksa kekayaan pejabatnya dan meminta mereka mengembalikan harta yang dianggap tidak wajar.
  3. Kesederhanaan Pemimpin (Zuhud) : Pemimpin tidak boleh menggunakan harta negara untuk kepentingan pribadi. Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, dan Umar hidup sederhana, meskipun mereka memiliki akses ke kekayaan negara. Contoh: Abu Bakar tetap berjualan kain setelah menjadi khalifah, sampai para sahabat memintanya menerima gaji kecil dari Baitul Mal.
  4. Pencatatan dan Pengelolaan yang Sistematis. Nabi Muhammad ﷺ sudah mulai mencatat transaksi keuangan secara sederhana. Umar bin Khattab mendirikan Baitul Mal dan menerapkan sistem pencatatan yang lebih rapi.

2. Implementasi di Masa Nabi Muhammad ﷺ

  1. Zakat, sedekah, dan fai' dicatat dengan teliti oleh sekretaris keuangan seperti Abdullah bin Arqam. 
  2. Pemasukan langsung didistribusikan ke yang berhak, sehingga tidak ada akumulasi kekayaan di tangan pejabat.
3. Implementasi di Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
  1. Mengelola keuangan dengan sistem sederhana dan langsung disalurkan.
  2. Menolak menggunakan harta negara untuk kepentingan pribadi.
  3. Memastikan tidak ada pejabat yang memperkaya diri sendiri.

4. Implementasi di Masa Umar bin Khattab

  1. Mendirikan Baitul Mal untuk mengelola keuangan negara secara lebih profesional.
  2. Membentuk Diwan (Dewan Keuangan) untuk pencatatan gaji tentara, pajak, dan zakat.
  3. Mengawasi pejabat dengan ketat, termasuk memeriksa harta mereka sebelum dan setelah menjabat.
  4. Menerapkan hukuman bagi pejabat yang tidak transparan, seperti mencopot jabatan atau meminta pengembalian harta.

Kesimpulan

Prinsip keuangan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad ﷺ, Abu Bakar, dan Umar bin Khattab adalah:

  1. Kejujuran dan Amanah : Tidak boleh ada penyalahgunaan harta publik.
  2. Akuntabilitas : Semua pemasukan dan pengeluaran harus jelas.
  3. Hidup Sederhana : Pemimpin tidak boleh memperkaya diri sendiri.
  4. Sistem Pencatatan : Mulai dari sederhana hingga sistematis dengan Baitul Mal.
  5. Pengawasan Ketat : Pejabat diperiksa agar tidak terjadi korupsi.

Prinsip-prinsip inilah yang membuat pemerintahan Islam pada masa mereka sangat transparan dan dipercaya rakyat.

Nabi Muhammad ﷺ, Khalifah Abu Bakar, dan Umar bin Khattab sangat marah dan tegas terhadap setiap bentuk penyelewengan dana publik karena harta itu adalah amanah yang harus digunakan untuk kesejahteraan umat. Mereka tidak hanya menegur, tetapi juga mengambil tindakan tegas jika ada pejabat atau seseorang yang menyalahgunakan harta negara. Bahkan Nabi Muhammad SAW bersabda : "Laknat Allah bagi orang yang melakukan ghulul (penggelapan harta)."(HR. Ahmad, no. 22555) 

1. Ketegasan Nabi Muhammad ﷺ terhadap Penyelewengan Dana Publik

Nabi Muhammad ﷺ selalu menekankan kejujuran dan amanah dalam mengelola harta umat. Beberapa kejadian yang menunjukkan ketegasannya:

Kisah Ibnu Lutbiyyah (Pegawai Pungutan Zakat) : Nabi pernah mengutus seorang sahabat bernama Ibnu Lutbiyyah untuk mengumpulkan zakat. Setelah kembali, ia membawa harta zakat dan berkata, “Ini untuk kalian (negara), sedangkan ini adalah hadiah untukku.” Nabi langsung marah dan mengumpulkan para sahabat, lalu bersabda: “Kenapa orang ini tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya, lalu lihat apakah ada yang memberinya hadiah atau tidak?” (HR. Bukhari & Muslim)

Pelajaran: Hadiah yang diberikan kepada pejabat dianggap sebagai suap atau penyalahgunaan jabatan. Nabi mengembalikan semua harta itu ke negara.

Larangan Mengambil Harta Ghanimah secara Diam-diam : Dalam perang Khaibar, seorang sahabat terbunuh dan para sahabat berkata bahwa ia mati syahid. Nabi berkata: “Tidak! Aku melihatnya di neraka karena ia mencuri sehelai mantel dari harta rampasan sebelum dibagikan.” (HR. Bukhari & Muslim)

Pelajaran: Bahkan mengambil harta publik sekecil apa pun tanpa izin adalah dosa besar.

2. Ketegasan Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar sangat tegas dalam menjaga keuangan negara.

Menolak Gaji Besar dari Baitul Mal : Abu Bakar awalnya tetap berdagang untuk memenuhi kebutuhannya, sampai para sahabat menyarankan agar ia menerima gaji dari negara. Gajinya diambil hanya secukupnya untuk kebutuhan dasar, dan saat wafat, ia berwasiat agar seluruh gajinya dikembalikan ke Baitul Mal.

Menolak Kepentingan Keluarga dalam Keuangan Negara : Pernah suatu hari istrinya ingin membeli manisan, tetapi uang mereka tidak cukup. Abu Bakar kemudian mengurangi gajinya sendiri karena merasa telah mengambil lebih dari yang diperlukan.

Pelajaran: Ia sangat berhati-hati agar tidak mengambil harta negara lebih dari yang berhak ia terima.

3. Ketegasan Umar bin Khattab terhadap Pejabat yang Menyeleweng

Umar bin Khattab terkenal sangat keras terhadap korupsi dan ketidaktransparanan keuangan.

Mencopot Abu Hurairah dari Jabatan Gubernur Bahrain: Umar melihat bahwa Abu Hurairah memiliki harta lebih banyak daripada saat pertama kali menjabat. Umar bertanya: “Dari mana harta ini?” Abu Hurairah menjawab bahwa ia mendapatkannya dari hasil berdagang. Umar tetap memerintahkannya mengembalikan sebagian ke Baitul Mal untuk mencegah ketidakadilan.

Menegur Pejabat yang Hidup Mewah :  Umar pernah melihat seorang gubernur mengenakan pakaian mewah dan bertanya, “Dari mana kau dapatkan pakaian ini?” Jika pejabat tidak bisa menjelaskan asal hartanya dengan jelas, Umar langsung mencopotnya dari jabatan.

Melarang Keluarga Sendiri Memanfaatkan Keuangan Negara : Umar pernah memberikan pinjaman dari Baitul Mal kepada anaknya, tetapi kemudian ia merasa tidak nyaman dan meminta anaknya mengembalikan seluruh pinjaman itu. Pelajaran: Umar tidak mau keluarganya mendapat keistimewaan dalam urusan keuangan negara.

Kesimpulan: Marah & Tindakan Tegas atas Penyalahgunaan Dana Publik

  1. Nabi Muhammad ﷺ : Marah jika ada pejabat yang menerima hadiah karena jabatan, atau mengambil harta sebelum didistribusikan.
  2. Abu Bakar : Sangat berhati-hati menggunakan harta negara, bahkan mengembalikan gajinya saat wafat.
  3. Umar bin Khattab : Memeriksa kekayaan pejabatnya, mencopot mereka jika ditemukan kejanggalan, dan melarang keluarganya memanfaatkan keuangan negara.

Kesimpulan utama:

Mereka tidak hanya marah, tetapi juga mengambil tindakan tegas untuk menjaga transparansi dan amanah dalam pengelolaan keuangan publik.

Dari cara Nabi Muhammad ﷺ, Khalifah Abu Bakar, dan Umar bin Khattab mengelola keuangan publik, kita bisa mengambil banyak pelajaran yang masih sangat relevan hingga saat ini. Berikut beberapa contoh prinsip yang bisa diterapkan dalam pengelolaan keuangan publik modern:

1. Transparansi & Akuntabilitas : Prinsip: Semua pemasukan dan pengeluaran harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Contoh dari mereka:

  1. Umar bin Khattab mewajibkan pejabatnya melaporkan harta sebelum dan setelah menjabat untuk mencegah korupsi.
  2. Nabi Muhammad ﷺ marah ketika pejabatnya menerima hadiah karena jabatan, karena itu bisa menjadi bentuk suap.
Aplikasi modern:

  1. Setiap transaksi keuangan publik harus tercatat dan dapat diakses oleh masyarakat (open government).
  2. Pejabat harus melaporkan harta kekayaan mereka sebelum dan setelah menjabat (LHKPN).
  3. Larangan pejabat menerima hadiah atau fasilitas dari pihak yang berkepentingan.

2. Kesederhanaan & Anti-Korupsi : Prinsip: Pemimpin dan pejabat tidak boleh memperkaya diri sendiri dari harta publik.

Contoh dari mereka:

  1. Abu Bakar mengembalikan seluruh gajinya ke Baitul Mal sebelum wafat.
  2. Umar bin Khattab hidup sangat sederhana meskipun menguasai wilayah luas, dan menegur pejabat yang hidup mewah.

Aplikasi modern:

  1. Pejabat tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
  2. Pemimpin harus menunjukkan gaya hidup sederhana agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

3. Pengelolaan Keuangan yang Profesional : Prinsip: Keuangan negara harus dikelola dengan sistem yang teratur dan efisien.

Contoh dari mereka:

  1. Umar bin Khattab mendirikan Baitul Mal sebagai lembaga keuangan negara pertama dalam Islam.
  2. Diwan (Dewan Keuangan) dibuat untuk mengatur gaji tentara dan pajak.
Aplikasi modern:

  1. Penerapan sistem e-budgeting & digitalisasi keuangan untuk mencegah penyimpangan.
  2. Pengelolaan APBN/APBD harus profesional, efisien, dan berbasis kebutuhan rakyat.

4. Pengawasan Ketat terhadap Pejabat : Prinsip: Pejabat harus diawasi agar tidak menyalahgunakan wewenang.

Contoh dari mereka:

  1. Umar bin Khattab sering melakukan inspeksi mendadak ke daerah-daerah dan mencopot pejabat yang tidak amanah.
  2. Abu Hurairah diperiksa hartanya setelah menjabat, dan sebagian dikembalikan ke negara.
Aplikasi modern:

  1. Penguatan peran BPK, KPK, dan Ombudsman dalam mengawasi keuangan negara.
  2. Hukuman tegas bagi pejabat yang terbukti melakukan korupsi atau penyalahgunaan dana publik.

5. Distribusi Keuangan yang Adil & Berpihak kepada Rakyat : Prinsip: Keuangan negara harus digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan hanya segelintir orang.

Contoh dari mereka:

  1. Nabi Muhammad ﷺ & Umar bin Khattab memastikan zakat dan pajak didistribusikan dengan adil kepada yang berhak.
  2. Abu Bakar mengutamakan bantuan kepada kaum miskin, bukan hanya untuk elite pemerintahan.

Aplikasi modern:

  1. Anggaran negara harus lebih banyak dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat (pendidikan, kesehatan, bantuan sosial).
  2. Menghindari anggaran yang tidak pro-rakyat atau hanya menguntungkan kelompok tertentu.

Kesimpulan: Implementasi dalam Kehidupan Modern

  1. Transparansi & akuntabilitas : Semua keuangan publik harus jelas dan bisa diaudit.
  2. Kesederhanaan pemimpin : Pejabat harus menunjukkan integritas dan tidak hidup bermewah-mewah.
  3. Sistem keuangan yang profesional : Digitalisasi dan sistem pencatatan keuangan harus rapi.
  4. Pengawasan ketat terhadap pejabat : Harus ada mekanisme pengawasan dan sanksi tegas bagi pelanggar.
  5. Pengelolaan yang adil & pro-rakyat : Dana publik harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat luas.

Dan pada intinya, pengelolaan keuangan publik harus berbasis amanah, transparansi, dan keberpihakan kepada masyarakat. Bukan kepada pribadi ataupun golongan. Apalagi menyembunyikan sampai menutup-nutupi transparansi keuangan tentunya bisa menjadi dosa besar yang berdampak buruk di dunia dan akhirat. Maka itu berhati hatilah dan jangan menyepelekan laporan keuangan.

Share:

My Channel

Video Tutor 1

Video Tutor 2

Video Tutor 3

Video Tutor 4

Video Tutor 5

Video Tutor 6

Video Tutor 7

Video Tutor 8

Video Tutor 9

Video Tutor 10