Konsep Pajak Pertambahan Nilai Yang Jarang Diketahui Orang


Sudah satu minggu ini saya tidak memposting materi-materi yang bermanfaat di blog ini. Maklumlah, karena saya harus sibuk dengan urusan bersama klien saya. Ya,,,namanya juga sebagai pelayan hidup,ya saya harus melayani hidup saya. Biar hidup saya lebih bermanfaat.hehehe..Setelah kesibukan saya bersama klien saya di dunia nyata (bukan dunia lain ya..haha) selesai, ya saya harus berurusan dengan klien saya di dunia maya. (Tapi bukan maya estianti ya...)

Berawal dari belanja di minimarket dan kemudian saya menerima faktur dari minimarket tersebut, saya perhatikan, saya raba, saya terawang,,,lho..kok ada NPWPnya sama ada pungutan PPNnya (ceritanya pura2 kaget). Setelah dipikir-pikir, ditimang-timang (kaya bayi aja), timbullah ide di benak saya untuk membuat artikel mengenai PPN. Ingat, PPN bukan Pajak Perempuan Nakal ya. Tapi PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai. Oke...kita langsung ke TKP.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang_Undang No. 42 Tahun 2009. 

Jadi kesimpulan pemahaman atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  2. Impor Barang Kena Pajak;
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah . Pabean;
  5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
  6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha Kena Pajak 

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.


Pengusaha Kecil

Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut. Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).

Pedagang Eceran

Definisi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran menurut Per-65/PJ/2010 adalah pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP degan cara sebagai berikut :
  1. Menyerahkan BKP melalui suatu tempat penjualan eceran melalui suatu toko, kios atau langsung  mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya.
  2. Dengan  cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang, dan
  3. Pada umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual-beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:

A. Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN 
  1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi: Minyak mentah, Gas bumi, Panas bumi, Pasir dan kerikil, Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit dan Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.
  2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu : Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih. Beras digiling, Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak, Beras pecah, Menir (groats) dari beras, Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan, Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran, Sagu, dalam bentuk Empulur sagu, Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu, Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh, garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk Garam meja, Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na CL 94,7 % (dry basis).
  3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.
  4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
B. Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN 
  1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi, Jasa dokter hewan, Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi, Jasa kebidanan, dan dukun bayi, Jasa paramedis, dan perawat; dan Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
  2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo, Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial, Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan, Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial, Jasa pemakaman termasuk krematorium, Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial, Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
  3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);
  4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi : Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang, Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
  5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi : Jasa pelayanan rumah ibadah, Jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan Jasa lainnya di bidang keagamaan.
  6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi : Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional; Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
  7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
  8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
  9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.
  10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi Jasa tenaga kerja, Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
  11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
  12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pengkreditan Pajak Masukan
  1. Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung atau ruangan yang disewakan.
  2. Bagi Pihak yang menyewa ruangan Apabila penyewa adalah PKP, maka PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan yang disewa merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar. Apabila ruangan yang disewa mempunyai fungsi ganda misalnya digunakan untuk tempat usaha dan tempat tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha. Misalnya bangunan yang disewa terdiri dari tiga lantai, lantai satu digunakan untuk pertokoan, selebihnya digunakan untuk tempat tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan luas ruangan (bangunan) yang digunakan untuk tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.
Tarif PPN & PPnBM

Tarif PPN dan PPnBM adalah sebagai berikut :
  1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) dari DPP
  2. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)
  3. Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
Dasar Penggenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.
  4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
  5. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
  1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  2. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
  4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
  5. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;
  6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah harga pasar wajar;
  7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual.
  8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
  9. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
  10. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
  11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
  12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.
Contoh Cara Menghitung PPN & PPnBM
  1. PT kuat.Com dalam bulan Januari 2012 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PT Falsenta dengan Harga Jual Rp. 50.000.000. PPN yang terutang yang dipungut oleh PT kuat.Com adalah  = 10% x Rp.50.000.000 = Rp.5.000,000. PPN sebesar Rp5.000.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak PT.kuat.Com.
  2. PT kuat.Com dalam bulan Pebruari 2012 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak kepada PT Falsenta dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp150.000.000. PPN yang terutang yang dipungut oleh PT Falsenta = 10% x Rp150.000.000= Rp15.000.000 PPN sebesar Rp15.000.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak PT kuat.Com.
  3. PT kuat.Com mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp350.000.000 PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp350.000.000= Rp35.000.000
  4. PT kuat.Com mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan PajakRp50.000.000
PPN=10% x Rp50.000.000Rp  5.000.000
PPnBM=20% x Rp50.000.000Rp10.000.000

Kemudian PT kuat.Com menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PT kuat.Com atau dibebankan sebagai biaya.

Misal
PT kuat.Com menjual kembali BKP yang dihasilkannya kepada PT Falsenta dengan harga jual Rp. 100.000.000 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :

Dasar Pengenaan PajakRp100.000.000
PPN=10% x Rp100.000.000Rp  10.000.000
PPnBM=35% x Rp100.000.000Rp  35.000.000

PPN sebesar Rp5.000.000 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PT kuat.Com dan PPN sebesar Rp10.000.000 merupakan pajak keluaran bagi PT kuat.Com. Sedangkan PPnBM sebesar Rp10.000.000 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp35.000.000 tidak dapat dikreditkan oleh PT Falsenta 

Oke demikianlah pembahasan mengenai PPN kali ini. Silahkan anda pelajari dan praktekkan minimal untuk diri kita sendiri. Caiiyooo...Semoga bermanfaat.
Share:

My Channel

Video Tutor 1

Video Tutor 2

Video Tutor 3

Video Tutor 4

Video Tutor 5

Video Tutor 6

Video Tutor 7

Video Tutor 8

Video Tutor 9

Video Tutor 10

Posting This Week