Perpajakan Bendaharawan Pemerintah
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
Bendaharawan Pemerintah, yaitu Bendaharawan dan Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD, ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Selain sebagai Pemungut, Bendaharawan Pemerintah juga sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 21/26, dan Pasal 23/26 sebagaimana ketentuan yang berlaku umum.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
Bendaharawan Pemerintah, yaitu Bendaharawan dan Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD, ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Selain sebagai Pemungut, Bendaharawan Pemerintah juga sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 21/26, dan Pasal 23/26 sebagaimana ketentuan yang berlaku umum.
Bendaharawan
Pemerintah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No 154/PMK.03/2010 atau wajib memungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 sehubungan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan sehubungan dengan pembayaran atas
pembelian barang seperti: komputer, meubeler, mobil dinas, ATK dan barang
lainnya oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak penyedia barang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.224/PMK.011/2012 tanggal 26 Desember 2012 yang mulai diberlakukan pada tanggal 24 Februari 2013 menyebutkan bahwa pemungut pajak PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeu No.244/PMK.011/2012 dilakukan oleh :
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.224/PMK.011/2012 tanggal 26 Desember 2012 yang mulai diberlakukan pada tanggal 24 Februari 2013 menyebutkan bahwa pemungut pajak PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeu No.244/PMK.011/2012 dilakukan oleh :
- Bank Devisa dan Dirjend Bea dan Cukai atas impor barang
- Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Intansi tau Lembaga Pemerintah dan Lembaga-Lemabaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
- Bendahara Pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
- Kuasa Pengguana Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi atas Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ke-tiga yang dilakukan dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS)
- Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara yang berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya
- Dan masih banyak lagi anda bisa baca di pasal 1 Permenkeu No.224/PML.011/2012
Pada prinsipnya, Bendaharawan Pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib memungut PPh Pasal 22 atas pembayaran kepada rekanan yang melakukan penyerahan barang kepada Intansi Pemerintah. Namun demikian Bendaharawan Pemerintah tidak memungut PPh Pasal 22 diantaranya atas :
- Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.2,000,000,00 (dua juta rupiah) dan bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos
- Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
PPh Pasal 22 atas pengadaan barang, terutang dan dipungut pada saat pembayaran. Besarnya tarif PPh Pasal 22 atas pengadaan barang yang dananya berasal dari dana APBN/APBD adalah sebesar 1,5%
1,5%
x harga/nilai pembelian barang tidak termasuk PPN
Kewajiban Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22 setelah melakukan pemungutan PPh Pasal 22 adalah :
- Menyetor ke bank persepsi atau kantor pos dan giro pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
- Menggunakan SSP yang telah di isi identitas rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharwan Pemungut Pajak
- Dalam ha; pembayaran dilakukan langsung oleh KPPN, PPh pasal 22 dipungut langsung oleh KPPN dan SSP di isi identitas rekanan serta ditandatangani oleh KPPN
Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22
Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 bagi penerima penghasilan/rekanan adalah SSP lembar
ke-1 yang telah ditandatangani dan disetor oleh Bendaharawan atau SSP lembar
ke-1 yang telah ditandatangani oleh KPPN dalam hal dilakukan pemungutan oleh
KPPN.
Pelaporan PPh Pasal 22
Bendaharawan pemungut PPh Pasal 22 harus melaporkan hasil pemungutannya paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 Form F.1.1.32.02. Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa denda bahkan sanksi pidana
Contoh
Penghitungan PPh Pasal 22
a. Pengadaan barang yang dipungut PPh
Kantor
Pelayanan A membeli barang berupa satu unit komputer dengan nilai barang
sebesar
Rp. 8.000.000,00 dan PPN sebesar Rp. 800.000,00.
Rp. 8.000.000,00 dan PPN sebesar Rp. 800.000,00.
Harga
barang Rp.8.000.000,00
PPN
Rp. 800.000,00
Total
tagihan dari rekanan Rp 8.800.000,00
PPh
Pasal 22 yg dipungut adalah 1,5% x Rp. 8.000.000 =Rp.120.000,00
PPN yang dipungut
adalah 10% x Rp.8.000.000 =Rp.800.000,00
Total
PPN dan PPh dipungut adalah =Rp.920.000,00
Jadi Jumlah
uang yang dibayarkan kepada rekanan adalah
Rp 8.000.000,00 – Rp 120.000,00
=Rp.7.880.000,00.
b. Pengadaan barang yang dipungut PPh
Kantor
Dinas A membeli barang berupa meja kerja yang tercantum dalam kontrak dengan
nilai sebesar Rp. 22.000.000,00 termasuk PPN,
perhitungan pemungutan PPN dan
PPh Pasal 22 adalah:
Nilai
Kontrak (termasuk PPN) adalah
=Rp 22.000.000,00
PPN =
10/110 x Rp. 22.000.000 =Rp. 2.000.000,00
Dasar
Pengenaan Pajak =Rp.20.000.000,00
Total
tagihan dalam kwitansi yang dibuat oleh rekanan =Rp22.000.000,00
PPh
Pasal 22 yg dipungut 1,5% x Rp. 20.000.000
= Rp. 300.000,00
PPN
dipungut 10% x Rp.20.000.000 =
Rp. 2.000.000,00
Total PPN
dan PPh dipungut =
Rp. 2.300.000,00
Jumlah
uang yang dibayarkan kepada kepada rekanan
Rp
20.000.000,00 - Rp. 300.000,00 = Rp 19.700.000,00.
c. Pengadaan barang yang tidak dipungut PPh
Kantor
dinas pertamanan membeli alat tulis kantor dengan nilai barang sebesar Rp.
1.700.000 dan PPN sebesar Rp. 170.000.
Harga
barang =Rp
1.700.000,00
PPN =Rp. 170.000,00
Total
tagihan dari rekanan =Rp 1.970.000,00
Atas
pengadaan alat tulis kantor tersebut bendahara dinas pertamanan tidak memungut
PPh Pasal 22, karena nilai pengadaan masih dibawah Rp 2.000.000,00, tetapi
bendahara wajib memungut PPN karena nilai pengadaan sudah di atas Rp
1.000.000,00
Jadi Jumlah
uang yang dibayarkan kepada rekanan adalah sebesar Rp. 1.700.000,00
Demikianlah posting mengenai peprpajakan bagi bendaharawan pemerintah. Bagi teman-teman yang mau diskusi tentang bahasan ini silahkan hubungi saya di line 0813 1683 5354 / 0856 7966 693 atau melalui email kurniawankuat@gamil.com. Demikian semoga bermanfaat.
Demikianlah posting mengenai peprpajakan bagi bendaharawan pemerintah. Bagi teman-teman yang mau diskusi tentang bahasan ini silahkan hubungi saya di line 0813 1683 5354 / 0856 7966 693 atau melalui email kurniawankuat@gamil.com. Demikian semoga bermanfaat.