Saya kemarin sedang ada di salah satu Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta. Setelah saya melaporkan pajak penghasilan klien saya, lalu saya singgah di kantin yang letaknya persis di belakang Kantor Pelayanan Pajak tersebut. Di kantin tersebut saya pesan segelas kopi sambil menikmati hidangan gorengan yang sangat enak rasanya. Tanpa diduga ada dua orang Wajib Pajak datang dengan wajah sedikit agak marah dan penuh emosi sambil mencela salah seorang fiskus. Dengan sedikit iseng, karena saya juga ingin tahu apa penyebabnya dia marah-marah, saya pun menyapanya. Lalu diapun membalasnya dengan sapaan yang menurut saya sangat sopan.
"Stres saya mas, setelah perusahaan bos saya diperiksa pajaknya, terjadi kurang bayar. Masih untung kalo nilai kurang bayarnya kecil, lha ini perusahaan bos saya kurang bayarnya gede banget. Saya sebagai orang yang diserahkan mandat saja bingung, apa sih maunya orang pajak ini. Padahal bos saya itu dekat dengan kalangan para pejabat pajak dan selalu bayar tiap bulannya". Begitu kira-kira celotehnya.
Kemudian saya utarakan pendapat saya kepada dia “Pak, pada prinsipnya setiap Wajib Pajak
mempunyai kesempatan yang sama untuk dilakukan pemeriksaan pajak. Siapapun kita, peluang
pemeriksaan pajak tetap terbuka"
"Maksudnya gimana mas?" kata dia
"Ya...walaupun bos bapak itu orang terpandang di kalangan para pejabat pajak, pemeriksaan pajak akan tetap sama perlakuannya dengan para wajib pajak lainnya, tidak pandang bulu" kemudian dia saya berikan sedikit pemahaman seperti ini :
"Pemeriksaan pajak adalah satu hal yang paling
dihindari oleh setiap Wajib Pajak. Dalam kenyataannya, Wajib Pajak
seringkali harus membayar lagi sejumlah pajak yang dianggap kurang
dibayar. Tidak tanggung-tanggung, sangat mungkin jumlah yang harus
dibayar itu besarnya puluhan atau bahkan ratusan kali lipat dari jumlah
pajak yang telah dibayar. Ini fakta dan nyata."
"Ooooo...begitu ya mas?" kata dia.
Dari dialog saya dengan seseorang yang tersebut tadi, saya akan menyimpulkan mengenai konsep fenomena mengenai pemeriksaan pajak. Fenomena apakah itu sebenarnya?
Di satu sisi sistem perpajakan kita memanglah belum sempurna. Di sisi
lain, hal ini ditambah lagi dengan kualitas Wajib Pajak sendiri yang
selalu mencoba mencari cara – baik atau buruk – untuk menghindar dari
membayar pajak. Hal ini bisa mendorong Wajib Pajak untuk mencoba
“mengakali” pembukuannya dan dapat memancing aparat untuk terus-menerus
curiga. Hal ini jelas ditimpali lagi dengan kurangnya pemahaman di sisi
Wajib Pajak dan kondisi mudahnya aparat pajak melakukan koreksi.
Terlalu sulit jika Wajib
Pajak berharap agar sistem pajak segera menjadi lebih baik dan ideal.
Ini sama dengan berharap setiap orang berubah menjadi sukarela membayar
pajak. Sulit untuk berharap bahwa aturan perpajakan menjadi lebih bisa
dipahami dan dimengerti, mudah dan murah sesegera mungkin. Sebab kita
tahu, kepentingan otoritas adalah meningkatkan penerimaan pajak dan
meregulasi berbagai hal dari sisi perpajakan.
Dan kita tahu pula, bahwa
kepentingan Wajib Pajak adalah mengurangi beban semaksimal mungkin
termasuk beban pajak. Ini jelas bertentangan. Kondisi pertentangan itu
bisa dipersepsi sebagai sebuah arena permainan dan persaingan, atau
sebagai sebuah bentuk arena kerjasama untuk berbagi kesejahteraan,
antara Wajib Pajak, rakyat dan negara. Orientasi manapun dan dari sudut
pandang yang Anda pilih, satu hal yang sudah pasti yaitu bahwa Anda sebagai
Wajib Pajak harus punya bekal yang cukup. Seberapa cukupkah? Kecukupan bekal itu harus diukur dari karakteristik arena itu sendiri.
Apa sajakah itu?
Pertama, bekal yang Anda perlukan
adalah koleksi aturan. Semua interaksi dengan otoritas pajak harus
dilandasi oleh aturan.
Selanjutnya, Anda harus mau
meluangkan waktu untuk terus memahami dan meng-update aturan pajak dan
aturan pemeriksaan pajak, karena setiap langkah dan transaksi bisnis
Anda pasti diintai oleh pajak.
Berikutnya, Anda harus tahu
bagaimana mempersiapkan diri dan mempersiapkan pembukuan untuk menghadapi pemeriksaan
pajak. Kemudian, Anda harus paham pula
bagaimana menghadapi dan berinteraksi dengan pemeriksa pajak secara real
time.
Selanjutnya, Anda harus paham dan
mengerti bagaimana berargumentasi dan berkomunikasi dengan aparat pajak
dalam rangka mempertahankan besarnya pajak yang sudah Anda bayar, agar
tidak harus membayar pajak lagi.
Kemudian, Anda harus tahu
bagaimana merespon sikap dan perilaku aparat secara benar dan bijak,
agar tidak salah langkah atau salah omong bahkan salah tingkah.
Kemudian, Anda harus tahu
bagaimana melakukan manuver agar bisa terhindar dari situasi yang tidak
menguntungkan saat berhadapan dengan pemeriksa. Setelah semuanya selesai,
Anda juga harus tahu bagaimana menindaklanjuti hasil pemeriksaan pajak.
Itupun harus dilanjutkan dengan pemahaman tentang bagaimana melakukan
adaptasi terhadap berbagai hal dalam pembukuan dan transaksi.
Dan terakhir, Anda juga harus
memahami bagaimana membentuk pola learning system yang benar untuk masa
depan, agar kemalangan Anda tidak terulang lagi dan lagi.
Begitulah kira-kira trik-trik menghadapi pemeriksaan pajak. Dan saya berjanji akan membuat konsep pemeriksaan pajak agar anda semua sebagai Wajib Pajak memahami tentang konsep pemeriksaan pajak yang mungkin akan anda hadapi di kemudian hari. Tunggu saja.